LANGIT ANDALUSIA 2
Awan’s Blog:
Posted by Awan at January, 11th 2013
Aku tahu
Kau melihatku
Kau buat ku
bertemu bidadari itu
Setelah Kau
biarkan luka
Perihnya
kutelan
Ya, aku
melihatnya
Tepat di atas
tebing indah ini
Jilbab yang
berkibar itu
Desau angin
memanggilku
‘tuk
mengganggunya
Yang tengah
membidik titik-titik fokus
“Pemandangan
yang bagus, bukan?”
Aku sadar,
aku sedang menjelma
Menjadi
perayu ulung
Basa-basi
yang tak biasa kulakukan
Bidadari itu
hanya tersenyum ringan
Ia tak
terganggu
Masih
membidik dengan kamera professional yang dikalunginya
Tapi, hei..
tunggu!
Wajah itu,
bukankah pernah kulihat?
Kenapa dia
begitu santai?
Kenapa dia
seolah tahu ini aku?
Dia tahu aku
mengenalnya?
Dan kenapa
dia bersikap biasa aja?
Seolah kami
datang bersama atau
Berjanji
bertemu di atas kota tebing ini?
Hei, siapa
dia sebenarnya?
Yang
terpenting, dimana aku pernah melihatnya?
***
Wulan’s
Blog: Posted by Wulan at April, 4th 2013
“Huft, gimana ini..?” aku
merunduk, kedua tangan kubiarkan menggantung seolah memeluk meja makan tanpa
hidangan itu. Karena merasa sakit di dahi dan hidungku, aku menempelkan pipi
kiri. Aku sedang stres.
“Ada
apa?” Suara pria dengan karakter sedingin es, bahkan lebih dingin dari beruang
kutub. Sialnya, suara itu tetap terdengar lembut di telingaku. Ya, dialah
suamiku, pria tertampan di dunia yang baru menikahiku sebulan lalu. Makhluk
paling dingin yang pernah kukenal. Maaf
sayang, lirihku dalam hati. Saat ini, untuk mendongakkan kepala pun aku tak
mampu, lelah. Padahal aku yakin dengan melihat wajahnya saja penatku pasti
hilang. Yah, meski wajah dingin yang selalu ditampakkannya. Aku tahu, justru
itu yang membuatku jatuh cinta. Tapi, aku tak mengerti kenapa setelah menikah,
wajah dinginnya melumer padaku, hanya padaku, tidak pada wanita lain. Aku tak
berharap itu terjadi. Tetaplah hanya tersenyum padaku.
“Kenapa,
hm? Pulang-pulang langsung lemes gitu?” Suaranya pelan tapi terdengar sangat
jelas. Ah, dengar suaranya saja membuatku tenang. Tanpa dia membelai kepalaku
seperti ini pun, suaranya sudah membelaiku. Senyumnya mengembang sempurna
begitu aku mendongakkan kepala. Yah, kok senyum? Batinku aneh.