Friday, April 22, 2016

Baper itu bikin Laper

Hari itu, kau melihatku, menatapku seolah-olah aku adalah makhluk terindah di bumi. Tadinya aku tidak ingin terlalu percaya diri, takut baper kalau kata abege zaman sekarang. Tapi, setelah kau menanyakan tentangku kepada wanita paruh baya itu, setelah kau menanyakan bagaimana cara membuatku senang, mau tidak mau aku harus bersiap-siap. Ya, apalagi kalau bukan bersiap-siap untuk kau bawa pergi. Hei, aku tidak menguping, kau memang menanyakan tentang diriku di depanku sendiri, dan itu sangat terdengar jelas. Apakah ini seperti sebuah acara lamaran? Aku tertawa dengan pikiranku sendiri.

Thursday, April 21, 2016

Kartini yang Gemar Baca dan Suka Menulis


Wat zijn wij toch stom, toch dom, om een heel leven lang
een berg schatten naast ons te hebben et het niet te zien, niet te weten.
(Alangkah bebalnya, bodohnya kami tiada melihat, tiada tahu
bahwa sepanjang hidup ada gunung kekayaan (Al-Quran) di samping kami).
Wij zochten niet bij demenschen troost wij klemden ons vast aan  Zijn hand.
(Kami tidak perlu mencari pelipur hati pada manusia,
kami hanya berpegang teguh pada Tangan Allah).
–Api Sejarah—

Raden Adjeng Kartini terkenang bukan karena dia berhasil memenangkan nobel dalam bidang tertentu. Bukan pula karena menjadi ketua organisasi, ketua PKK, ketua partai, anggota dewan yang terhormat, bupati, presiden, atau apa pun sejenis itu. Disebutkan dalam deretan nama Pahlawan juga bukan karena maju di medan perang melawan penjajah. Terkenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan juga bukan karena menjadi menteri pemberdayaan perempuan. Bukan. Kartini justru terkenang karena tulisan angan-angan, cita-cita, pemikiran, dan keinginan pribadinya.

Friday, April 15, 2016

belum berjudul

Abad ini, seorang anak yang baru lahir--masih bayi merah--tidak hanya mengenal (baca: dikenal) lingkungan keluarga untuk pertama kali. Ada lingkungan baru yang menyambutnya, lingkungan virtual yang melingkupi penjuru bumi, tak berbatas, yang diberi nama media sosial. Selang beberapa menit lahir, gambar si bayi sudah terpajang indah pada salah satu akun media sosial ayah, ibu, paman, bibi, tante, teman ibunya, teman ayahnya, atau anggota keluarga lain, atau bahkan yang tidak ada hubungan keluarga tapi turut berbahagia dengan kelahirannya. Lebih hebat lagi, para orangtua yang kreatif memberi caption dengan kalimat seolah-olah si bayi itu sendiri yang menulis; Halo, Om, Tante. Kenalkan namaku . Aku lahir dengan selamat tanggal ini, bulan ini, dan seterusnya. Betapa sejak lahir dia sudah canggih dan pandai menulis. (Hm, sepertinya tulisan ini terinspirasi dari beberapa teman yang akhir-akhir ini seolah janjian melahirkan bareng. Dan saya sirik).

Monday, April 4, 2016

Arema Cronus vs Persib



*Awas! Tulisan ini mengandung SARA.

Dilema, tentu saja. Apakah berhak seseorang yang sedang 'nginep' di tanah sunda tidak mendukung pemain dari tanah tersebut? Ternyata tidak masalah, dan justru perbedaan itu memang menyenangkan. Walaupun sambil nonton, sambil juga 'bergelut' dengan teman-teman kosan yang semuanya gadis sunda, kami sama-sama menikmati. Ditemani genderang botol air mineral, piring, sendok, bahkan sisir, sampai seabrek camilan, menyanyikan yel-yel yang tidak kami hafal liriknya. Suasana seperti ini yang disebut bahagia itu sederhana. Ditambah lagi bahagia dengan kemenangan Arema Cronus yang bahkan sudah membuat topi khusus bertuliskan UTAS, yang dibaca terbalik menjadi SATU. Karena itu, saya jadi mikir, betapa keyakinan itu memang penting. Lihat saja, mereka begitu yakin akan menjadi sang juara sampai sudah membuat dan menyiapkan topi itu sebelumnya. Atau mungkin mereka juga menyiapkan topi dengan tulisan AUD? Saya tidak yakin.