Friday, April 22, 2016

Baper itu bikin Laper

Hari itu, kau melihatku, menatapku seolah-olah aku adalah makhluk terindah di bumi. Tadinya aku tidak ingin terlalu percaya diri, takut baper kalau kata abege zaman sekarang. Tapi, setelah kau menanyakan tentangku kepada wanita paruh baya itu, setelah kau menanyakan bagaimana cara membuatku senang, mau tidak mau aku harus bersiap-siap. Ya, apalagi kalau bukan bersiap-siap untuk kau bawa pergi. Hei, aku tidak menguping, kau memang menanyakan tentang diriku di depanku sendiri, dan itu sangat terdengar jelas. Apakah ini seperti sebuah acara lamaran? Aku tertawa dengan pikiranku sendiri.



Saat kau mendekat, temanku yang cantik-cantik di ujung sana terlihat terbisik-bisik menatap sinis ke arahku. Kenapa? Apa aku kurang cantik? Apa aku tidak layak untuk didekati dan mendapat perhatian? Tapi, lagi-lagi aku senang, tanpa mempedulikan mereka, kau membawaku pergi. Tunggu, apa aku tidak perlu berdandan dulu? Ah, sepertinya memang tidak perlu, tatapanmu sudah mengatakan semuanya. Kau suka padaku.

Setelah melalui perjalanan panjang dan cukup jauh, ternyata kau membawaku ke tempat yang sangat asing. Aku tidak pernah ke tempat ini sebelumnya. Bahkan, aku tidak pernah membayangkan ada tempat seperti ini di bumi. Tidak ada gunung, tidak ada pohon, tidak ada bunga, bahkan matahari sekalipun tidak terlihat, hanya sesekali cahayanya berpendar dari atas. Entah dari atas mana. Aku tidak tahu.

Tapi, tunggu! Makhluk apa itu? Makhluk apa yang besar sekali di itu? Kenapa pula kau harus repot-repot mengenalkan aku dengannya? Ini terlalu dekat. Aku tidak ingin dekat-dekat dengan selain dirimu. Walaupun dia cukup tampan? Atau cantik? Dia terlihat seperti sejenis hewan, kaki empat, bulu putih... ah iya! Aku tahu! Itu pasti kambing.
Kau menggeleng.
Oh, bukan, ya? Sapi, sapi!
Kau menggeleng lagi. Kali ini lebih kencang, sampai-sampai aku takut lehermu patah. Bukan juga.
Hm, domba! Iya, domba! Itu pasti domba. Aku tidak menyangka ternyata kau penggembala domba.
Apa? Kau memanggilku apa?

Beberapa hari di sini, sepertinya aku betah. Kau memperlakukanku dengan sangat baik. Walaupun kau memberiku panggilan yang terdengar.. em.. tidak menceminkan diriku sama sekali, tidak masalah, aku yakin itu memang panggilan khusus yang kau buat untukku. Baiklah, aku akan menerima panggilan itu. Dan sekarang, aku sudah mulai terbiasa.

"....... jadi, ya gitu, deh! Gimana menurutmu?"
Ha? Apa? Kau bilang apa tadi? Oh, aku lupa, malah melamun. Okay, okay, aku akan berkonsentrasi mendengar ceritamu tentang siapa tadi? Wait! Kenapa namanya sama dengan nama panggilan yang kau berikan untukku?
Jadi, itu maksudmu membawaku ke sini? Hanya untuk mendengar ceritamu tentang dia? Akhirnya aku tahu kenapa kau begitu perhatian padaku. Kau bahkan memberikan lebih dari yang kubutuhkan. Kemarin-kemarin aku masih senang karena melihatmu begitu ceria. Kau selalu pulang dengan senyuman dan menyapaku dengan riang, lalu bercerita ini itu. Walaupun aku hampir tidak sanggup menerima air yang kau semprotkan padaku, karena kau terlihat bahagia, aku pun terpaksa tetap bertahan untuk tidak layu. Tapi sekarang, kurasa sudah cukup.

Bagaimana? Kau sedang sedih, kan? Sama, aku juga. Aku tidak sanggup lagi. Aku melayu saja, eh? Menjadi layu maksudku. Selain karena sudah memanfaatkanku, kau juga menyiramku terlalu sering. Cukup, aku doakan yang terbaik untukmu. Semoga Tuhan mengampuni dosa-dosamu. Dan terima kasih sudah mengenalkanku pada Shaun the Sheep yang menyedihkan ini. Aku sudah lelah mengajaknya bicara dan berdansa, dia tetap bergeming, hanya setiap malam mengeluarkan cahaya dari dalam tubuhnya. Aku penasaran ada apa di dalam sana. Kenapa tubuhnya bisa berkelap-kelip seperti itu. Tapi, akhirnya aku tahu, dia hanya seonggok lampu tidur.

Selamat Hari Bumi
22 April 2016

Regards,

-sejenis Kaktus yang malang-

No comments: