Definisi
rapat adalah berkumpul untuk
membicarakan suatu masalah yang menimbulkan (memungkinkan munculnya) perbedaan
pendapat. Yep, rapat dilakukan untuk mencapai suatu kesepakatan bersama. Kalau
tidak ada—atau lebih tepatnya tidak menginginkan—adanya perbedaan pendapat,
buat apa rapat? Ngobrol aja langsung, beri saja perintah. Itu pertama.
Kemudian, yang kedua. Proses
berjalannya rapat itu hampir sama di mana-mana. Rapat di sebuah perusahaan
misalnya. Pertama kali, masing-masing bawahan memberi laporan untuk didengarkan
oleh seluruh peserta rapat. Sekali lagi, seluruh peserta rapat! Jadi, tidak
hanya dari bawahan melapor ke atasan. Kalau bawahan hanya melapor ke atasan,
kenapa tidak ngobrol saja berdua? Agar tidak ada peserta yang henghong. Ketiga, peserta rapat yang
lain diberi hak untuk merespon hasil laporan tersebut. Terakhir, baru ada
keputusan pimpinan rapat.
Keputusan tersebut harus diambil
dengan bijaksana, dengan pertimbangan yang matang, mempertimbangkan banyak hal.
Dan terutama mempertimbangkan pendapat-pendapat dari peserta rapat. Tidak,
tidak, saya tidak mengatakan memberi keputusan dengan mengambil pendapat paling
banyak. Tidak harus seperti itu. Karena pendapat paling banyak belum tentu
bermasalahat, bagaimana misalnya jika 90 persen peserta rapat itu orang bejat
semua. Oleh karena itu, kenapa di sini dibutuhkan seorang pemimpin itu harus
bijak.
Yang paling menyulitkan adalah
ketika seorang pemimpin meminta bawahannya untuk memberi gagasan atau ide, tapi
dia tidak memberikan kesempatan untuk itu. Lalu, ke manakah bawahan ini harus
menyampaikan idenya? Teng tong, teng tong.
Ditulis, ya, ditulis. Oke,
baiklah. Saya baru saja menulisnya. Itu salah satu hasil pengamatan saya
sendiri tentang “rapat”, dan saya berharap, ke depannya sebuah rapat atau meeting bisa berjalan sebagaimana
mestinya dan mengapa rapat itu harus dilakukan. Sekian dan terima kasih.