Lihat, apa yang baru saja dilakukan oleh bapak-bapak dan calon bapak--belum-dewasa-itu. Tingkah mereka semakin hari benar-benar seperti anak kecil. Niatnya saja mau
ngebully orang, mereka nggak sadar apa kalau mereka semakin terlihat seperti anak-anak kurang piknik. Ck, ck. Saya jadi menyedihkan punya teman seperti mereka. Tuhan, boleh minta ganti teman?
Menyusun sedemikian rupa berbagai benda di depan pintu ruang redaksi yang dibuka dengan ditarik. Mending kalau pintu itu dibukanya dengan didorong. Otomatis daun pintu akan susah dibuka atau setidaknya menjatuhkan barang-barang--yang-terdiri-dari-beberapa-kursi-kardus-meja-dan-sebagainya--itu. Jadi, saya bisa panik atau pura-pura kaget. Iya, saya akan berpura-pura karena saking seringnya mereka melakukan hal-hal aneh seperti itu. Sudah bukan
surprise lagi, yang kreatif dikit dong kalau mau ngerjain orang. Mereka selalu seperti itu, kalau saya berencana pulang nggak tenggo (teng and go), tepat waktu. Lampu dimatiin, pintu ditutup. Walaupun saya sangat yakin mereka sadar kalau saya masih di depan komputer.
Susah memang kalau jadi yang paling cantik. Apalagi jadi yang minoritas, di mana-mana minoritas selalu kena serangan
bullying. Nggak di sekolah, kos-kosan, pergaulan, parah lagi ini di sebuah tempat dimana di dalamnya orang-orang dewasa berkerja. Kantor. Tapi, ya sudahlah. Mereka pasti sangat menyayangi saya. Jadi, sehari aja nggak rusuh, semenit aja nggak gangguin, nggak ngerjain, mungkin mereka nggak akan bisa tidur. Atau nggak akan ada cerita buat istri mereka di rumah. Semoga saja mereka tidak mendongengi anak-anak sebelum tidur dengan cerita "ayah merasa bahagia telah mem-
bully teman di kantor". Bahaya, kan, kalau sampai itu yang terjadi? Mereka akan mencontoh perbuatan tidak bersahaja ayahnya. Duh, Gusti. Ampunilah teman-temanku.
dan pertemukanlah saya dengan jodoh saya. (Katanya doa orang yang teraniaya itu akan dikabulkan). Aamin...