Friday, April 5, 2019

Hapus Kolom Pekerjaan di KTP

https://mojok.co/mzs/esai/saya-guru-taman-pendidikan-al-quran-tapi-repot-kalau-menjelaskan-kerjanya-apa/


Barusan baca tulisan di mojok. Trus, pengin ikutan curhat juga. Di KTP saya juga kolom pekerjaan akhirnya diisi BELUM/TIDAK BEKERJA. Iya, pake huruf besar semua. Kejam bnget, kan? Jadi, setiap kali lihat KTP, saya merasa diteriakin. Diteriakin nama saya yang panjang, diteriakin tahun lahir biar ketahuan kalo udah gak muda, diteriakin golongan darah biar merasa punya kewajiban donor setiap masuk pesan di grup WA "Dibutuhkan gol. Darah A, pasien kanker alis dirawat di RS bla bla bla..." padahal setiap mau donor darah, saya selalu patah hati, selalu dapat penolakan, mending kalau cuma ditolak, pake dibilangin berat badan masih kurang segala. Apa mereka gak tahu kalo berat badan itu sangat sensitif buat perempuan? Trus berasa diteriakin tidak bekerja padahal setiap hari kerjaan saya banyak. Seperti nulis status ini, kerja, kan, ya? Pokoknya setiap liat KTP saya harus tutup telinga.

Well, kolom yang lain juga huruf besar semua, sih. Dan lagi, nih, untuk penulisan ini saya bertanya-tanya. Gini, di keterangan sebelahnya gak ditulis huruf besar semua. Tapi, di isian keterangan itu kenapa huruf besar semua? Gak konsisten. Biar keliatan? Ah, enggak juga, meskipun huruf kecil (dengan awalan huruf besar seperti aturan penulisan PUEBI) tetep keliatan, kok. Emm, apakah KTP saya saja yang seperti itu?

Baiklah. Kembali ke soal pekerjaan tadi. Ya, waktu ditanya soal pekerjaan, saya pun kesulitan menjelaskan. Karena memang gak punya pekerjaan, gak pergi ke kantor, bukan karyawan pula. Akhirnya saya jawab saja pengangguran. Padahal, kan, saya gak nganggur, saya ini Unemployment. (Sama aja!) 😂

Saran buat dukcapil: BELUM/TIDAK BEKERJA coba diganti PRAKERJA aja, biar rada kerenan dikit, trus biar bisa dapat kartu entar kalo si itu menang. Atau bagaimana kalo kolom itu dihapus, soalnya itu bisa berpengaruh ke data negara soal jumlah pengangguran, padahal sekarang banyak yang bekerja a.k.a. nyari duit di dunia lain. Meraup hingga milyaran rupiah cuma dari "Halo Gaiss.... ashyiaaapp". Banyak yang dapat transferan jutaan rupiah dari jualan senjata di game online. Masa mereka mau dibilang pengangguran. Tapi, itu sulit untuk dibilang jenis pekerjaan/profesi juga, sih. Nanti kalo misalnya anak kecil ditanya mau jadi apa, masa jawabannya mau jadi Yutuber, Gamer.

Repot juga profesi pekerja lepas seperti Penulis, Editor, Desainer, Layouter, Ilustrator, Guru TPQ, Imam masjid, Biarawati, Peramal, Tukang cukur, Tukang sol sepatu, Tukang Ojek, MUA, dll., udah capek-capek jelasin kerjaan, ujung-ujungnya ditulis Karyawan Swasta padahal bukan karyawan, Belum/Tidak Bekerja padahal kerja, IRT padahal gak cuma ngIRT, atau malah Wiraswasta padahal bukan pengusaha. 😂 Dan itu ditulis huruf besar semua.

Wednesday, April 3, 2019

Buku




Seperti juga mereka, aku pun memiliki sebuah buku
Buku yang menceritakan segala hal
Terutama soal rasa
Menerbitkan senyum juga air mata
Membuat tertawa, curiga, resah, juga menenangkan
Aku belum selesai membacanya
Dan mungkin tak akan pernah selesai
Setidaknya kuberharap begitu
Meski membuat penasaran, aku tak ingin menyelesaikannya
Membacanya setiap hari sangat menyenangkan
Membuka halaman demi halaman
Hari ini aku bisa tertawa ditemani kopi dan kudapan
Esoknya menangis ditemani gemerisik angin dan riak ombak
Esoknya lagi aku bisa penasaran di tengah gemerlap kota, gemintang, dan sayup angin perbukitan
Kadang bertanya, kapan aku sampai pada halaman terakhir?
Namun, setiap kali membuka, selalu kutemukan halaman baru
Dan kembali membuat tertawa, menangis, juga penasaran
Besok ada apa lagi?

-np-


#terinspirasidramakorea #romanceisabonusbook

*recommended lah dramanya, menceritakan betapa ga mudahnya membuat buku bagus, lika-liku kerja di penerbitan, mempertahankan idealisme sebagai penulis, desain, atau editor, gimana memunculkan ide-ide, betapa membutuhkan waktu hingga bertahun-tahun untuk membuat satu buku (lalu orang lain dengan mudahnya membuat buku palsu), gimana kesalahan satu frasa saja bisa mengorbankan hidup dan darah seorang editor. Aih, jadi kangen grafindo. 😂