Friday, June 17, 2016

Cerdas Memanfaatkan Media Sosial





Media Sosial sebagai lingkungan dan dunia baru tentu saja memiliki dampak positif dan negatif bagi penggunanya. Lebih dari itu, media sosial kini menjadi semacam kehidupan lain yang tidak terpisahkan dari manusia. Baca: Alam Gaib Punya Saingan Bernama Media Sosial . Kemajuan teknologi informasi serta kebutuhan akan eksistensi diri membuat manusia sulit mengingkari pengaruh lingkungan baru bernama media sosial. Itulah mengapa manusia perlu cerdas dan bijak dalam memanfaatkan fenomena ini. Jika menghindarinya menjadi sesuatu yang tidak mungkin, setidaknya kita harus menuai manfaat positif lebih banyak dan meminimalisir dampak negatif, sebisa mungkin menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Lalu, bagaimana cara cerdas memanfaatkan media sosial? Kira-kira apa saja triknya? Yuk, simak!



  1. Tabayyun

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS 49 : 6)

Tabayyun di sini artinya memeriksa dengan teliti. Pernah lihat link berita tersebar di timeline atau home akun media sosialmu? Apakah kamu tipe yang rajin membagi berita-berita itu? Jika iya, sebaiknya mulai sekarang jangan terlalu rajin, jangan mudah percaya, dan jangan biasakan jarimu untuk langsung meng-klik share. Jangan hanya karena ingin dinilai sebagai orang yang selalu update informasi terbaru, kamu langsung meng-klik share atau me-retweet tanpa memeriksa terlebih dahulu kebenarannya. Kamu harus biasakan diri tabayyun, memeriksa terlebih dahulu dari mana asal berita itu, siapa yang berbicara, kebenarannya bisa dipertanggungjawabkan atau tidak. Dengan begitu, kamu akan terselamatkan dari menyebar berita hoax yang tentu saja bisa merusak reputasimu secara tidak langsung. 

Alam Gaib Punya Saingan Bernama Media Sosial




Abad ini, seorang anak yang baru lahir—masih bayi merah—tidak hanya mengenal (baca: dikenal) lingkungan keluarga untuk pertama kali. Ada lingkungan baru yang menyambutnya, lingkungan virtual yang melingkupi penjuru bumi, tak berbatas, yang diberi nama media sosial. Selang beberapa menit lahir, gambar si bayi sudah terpajang indah pada salah satu akun media sosial ayah, ibu, paman, bibi, tante, teman ibunya, teman ayahnya, atau anggota keluarga lain, atau bahkan yang tidak ada hubungan keluarga tapi turut berbahagia dengan kelahirannya. Lebih hebat lagi, para orangtua yang kreatif memberi caption dengan kalimat seolah-olah si bayi itu sendiri yang menulis; Halo, Om, Tante…. Kenalkan namaku …. Aku lahir dengan selamat tanggal ini, bulan ini, dan seterusnya. Betapa sejak lahir dia sudah canggih dan pandai menulis. Wah, hebat, ya?
Melihat hal ini, kita bisa mengambil kesimpulan sementara, bahwa sejak lahir, manusia sudah ‘hidup’ di dalam dua dimensi sekaligus, bahkan saat dia sendiri belum menyadarinya. Apakah ada yang salah dengan itu? Tidak, sungguh tidak ada yang salah, tulisan ini hanya berusaha memaparkan sebuah fenomena yang mungkin saja ada yang tidak menyadarinya.

Thursday, June 16, 2016

Ada yang datang dan pergi, tetap pergi.


Dalam hidupmu yang sementara di jagat fana ini akan selalu ada yang datang dan pergi.
Saat kamu pergi, orang-orang mungkin menangisi kepergianmu. Tapi, tangisan mereka paling tidak hanya hari itu, atau bahkan mungkin beberapa saat untuk menghiasi lambaian tangan perpisahan.
Besok...
Dan dua, tiga hari ke depan, orang-orang yang kamu tinggalkan akan bersedih, dan merindukan keberadaanmu.
Lima...
Enam...
Tujuh hari kemudian, masih banyak yang bertanya kabarmu sejak terakhir kali meninggalkan mereka.
Sebulan...
Dua bulan setelah kepergianmu masih ada satu atau dua orang yang bertanya terkait pekerjaan yang kau wariskan kepada mereka. Bertanya di mana kau menyimpan ini dan itu yang tidak berhasil mereka temukan.
Enam bulan...
Sembilan bulan...
Satu tahun berlalu, hanya sesekali kalian saling menyapa dan bertanya kabar. Kamu juga sudah mulai sibuk dengan teman-teman dan kegiatan barumu. Hubunganmu dengan mereka baik-baik saja, tidak ada masalah, hanya intensitasnya saja yang berbeda karena waktu telah membunuhnya.

Itulah se(tidak)jatinya kehidupan. Akan selalu ada yang datang dan pergi. Hanya waktu kebersamaannya saja yang berbeda. Ada yang sebentar, ada yang lama, ada juga yang selama-lamanya. Nah, ini... Ada. Ada yang terus menetap dan tidak pernah pergi walaupun waktu dan jarak berusaha membunuh kalian.

Pergi memiliki dua makna berbeda, benar-benar pergi dan menjadi tidak berarti atau pergi dan menjadi berarti.

Dia yang datang dan benar-benar peduli tidak akan pernah pergi meskipun kamu mengusirnya berkali-kali. Dia yang tidak hanya datang saat kau mencarinya. Dia yang tidak hanya menjawab saat kau menanyakannya. Dia yang selalu mengingatmu bahkan saat kamu mulai melupakannya. Dia yang seperti itu, jagalah ia, peganglah ia, jangan biarkan ia pergi dan menjadi tidak berarti. Jika pun dia harus pergi karena kehendak Tuhan, mintalah Tuhan untuk menjaganya, karena dia memang milik-Nya.

Tapi, bagi dia yang datang dan kemudian ingin pergi. Dia akan pergi meskipun kamu menggenggam erat tangannya, meskipun kamu memintanya, memohon-mohon untuk tetap tinggal. Karena itu, lepaskanlah. Jika pun dia harus kembali karena kehendak Tuhan, bersyukurlah, dan tetap saja, ingatlah, suatu saat dia akan tetap pergi. Maka, mintalah Tuhan untuk selalu menjaganya, karena dia memang milik-Nya.

Pada akhirnya, tidak ada yang benar-benar tetap tinggal, bahkan dirimu pun akan pergi meninggalkanmu dari dunia ini. Karena itu, mintalah Tuhan untuk selalu menjagamu. Walaupun tidak ada yang meminta hal itu untuk dirimu. Percayalah, Tuhan Maha Menemani. [NP]

Tuesday, June 7, 2016

Malaikat di Rumahku



Kali ini, besar keinginan di dalam hati untuk berkisah tentang keberadaan malaikat di rumahku. Sebenarnya ini rahasia dan bisa saja berbahaya jika terungkap karena yang orang lain tahu malaikat adalah makhluk gaib. Well, malaikat yang Tuhan ciptakan dari cahaya memang makhluk gaib. Tapi, tahukah kamu kalau Tuhan juga sempat menciptakan malaikat dari jenis lain? Baiklah, simak baik-baik ceritaku, ya!

Dia bukan sosok malaikat yang statis, melainkan dinamis.

Dia bukan sosok yang patuh, dia selalu mengikuti apa yang menurutnya baik.

Dia bukan sosok yang lemah lembut, melainkan sosok yang kuat dan mandiri.

Dia bukan sosok yang dermawan, melainkan sosok yang bijaksana.

Dia bukan sosok yang rupawan, melainkan menawan.

Dia bukan sosok yang cerdas, melainkan ahli menempatkan sesuatu.

Dia bukanlah sosok pemberi nasihat yang baik, namun segala katanya berbuah hikmah.

Dia bukan sosok pemaaf, namun bersahaja dalam amarahnya.

Dia bukan sosok yang pendiam, namun cerewetnya dirindukan.

Lihat, aku bahkan tidak dapat menyebutkan sifat-sifat negatif untuk menggambarkan yang bukan dirinya. Yap, sosok malaikat itu adalah Ibu. Pernah dengar malaikat jenis ini? Kurasa semua manusia di bumi ini memilikinya, kecuali Adam dan Hawa karena memang mereka berasal dari surga, bukan dari bumi.

Ibu, kau memang tidak pernah mengajarkanku bagaimana cara berterimakasih kepadamu. Jadi, jangan salahkan aku kalau tidak tahu caranya. Tapi, aku merasa berkewajiban untuk berterimakasih kepada Tuhan yang telah mengizinkanku lahir dari rahimmu. Maafkan aku yang belum pulang sekarang, tunggu, tidak lebih dari dua puluh lima hari lagi. Semoga Tuhan mengizinkan.