Friday, December 18, 2015

Hadiah ulang tahun


Jika Tuhan memberi 'hadiah' untuk kembali ke masa lalu. Saya ingin kembali ke tahun 2006. Tahun awal duduk di bangku perkuliahan. Saat itu, saya akan benar-benar belajar untuk bisa lulus SPMB--yang dulu gak diniatin banget karena masih jetlag dan kena pengaruh euforia masa SMA. Oke, ini saya sedang beralasan. Meskipun misalnya saya nggak berhasil lulus SPMB, toh saya akhirnya tetap berhasil mengambil jurusan yang memang sudah diidam-idamkan. Hanya saja kampusnya bukan yang diimpikan, bukan kampus negeri. Itu bukan masalah. Yang menjadi masalah, setelahnya saya tidak benar-benar serius belajar. Oh, tidak. Saya belajar. Jelas saya belajar. Tapi, belajar hanya apa yang diberikan oleh pengajar. Cukup tahu saja. Cukup sampai di situ. Saya hanya belajar, bukan menuntut ilmu. Tidak punya keinginan untuk menuntut ilmu. Tidak ada hasrat ingin mengetahui lebih dalam. Tidak ingin bertanya kenapa begini, kenapa begitu.

Thursday, December 10, 2015

Ingin ke Paris

Terlambat nggak, sih, kalau saya tiba-tiba ingin belajar ke Paris sekarang?
Bukan karena baru-baru ini abis nonton Tomorrowland yang membongkar misteri bahwa terdapat salah satu bagian menara Eiffel yang menyembunyikan pintu menuju sebuah negeri yang damai dengan berbagai kecanggihan teknologi, gedung-gedung yang megah, bangunan-bangunan unik, pelayanan serba cepat, ke-dinamis-an, modern, ajaib, dan lain sebagainya. Bukan karena itu. Bukan juga karena penasaran apakah korban bom Paris beberapa waktu lalu benar manusia atau boneka seperti yang digosipkan . Atau karena penasaran dengan siapa otak dibalik tragedi bom Paris itu. Bukan. Biarlah itu menjadi tugas para wartawan (wartawan, ya, bukan polisi).

Sekarang saya ingin menjadi penulis.

Wednesday, December 9, 2015

Dopamin

Ketika otak memerintahkan tubuh untuk mengeluarkan dopamin, neuropinephrine, dan oksitosin, akan ada kupu-kupu beterbangan memenuhi lambung, mengelilingi usus, mengitari seluruh alam perut. Aktivitas kupu-kupu itu dapat menyebabkan kaki melayang di udara, tangan memukul kepala berkali-kali, dapat pula mengembalikan berbagai ingatan yang membuat sudut bibir terangkat. Dan seolah semua itu belum cukup merepotkan, ditambah lagi air muka berubah menjadi sangat mencurigakan dan membuat siapa pun yang melihat bertanya "kamu kenapa, sih?"
-NP-

Tuesday, December 8, 2015

Intervensi



Mendapat nilai tertinggi saat ujian akhir nasional tidak selalu membahagiakan. Saat itu, hasil ujian--yang disebut NEM (Nilai Ebtanas Murni)--saya tertinggi di sekolah. Saya kebetulan sekolah di Madrasah Ibtidaiyah yang notabene tidak ada siapa-siapa di sana. Maksud saya seperti ini, Ibu mengajar di SD ujung selatan desa, Paman mengajar di ujung barat desa, Bibi mengajar di SD sebelah, Bapak mengajar SMP di kecamatan tetangga. Saya menduga mereka pasti ingin membuang saya. Lupakan tujuan ingin menjadikan saya anak mandiri dan menghindari nepotisme. Lupakan. Tapi, mungkin juga mereka menyekolahkan saya di sana untuk tujuan pendidikan agama sejak dini karena mereka cukup sadar memiliki anak yang nakal. Sampai di sini saya cukup bangga menjadi anak mereka.