Friday, April 15, 2016

belum berjudul

Abad ini, seorang anak yang baru lahir--masih bayi merah--tidak hanya mengenal (baca: dikenal) lingkungan keluarga untuk pertama kali. Ada lingkungan baru yang menyambutnya, lingkungan virtual yang melingkupi penjuru bumi, tak berbatas, yang diberi nama media sosial. Selang beberapa menit lahir, gambar si bayi sudah terpajang indah pada salah satu akun media sosial ayah, ibu, paman, bibi, tante, teman ibunya, teman ayahnya, atau anggota keluarga lain, atau bahkan yang tidak ada hubungan keluarga tapi turut berbahagia dengan kelahirannya. Lebih hebat lagi, para orangtua yang kreatif memberi caption dengan kalimat seolah-olah si bayi itu sendiri yang menulis; Halo, Om, Tante. Kenalkan namaku . Aku lahir dengan selamat tanggal ini, bulan ini, dan seterusnya. Betapa sejak lahir dia sudah canggih dan pandai menulis. (Hm, sepertinya tulisan ini terinspirasi dari beberapa teman yang akhir-akhir ini seolah janjian melahirkan bareng. Dan saya sirik).



Melihat hal ini, kita bisa mengambil kesimpulan sementara, bahwa sejak lahir, manusia sudah hidup di dalam dua dimensi sekaligus, bahkan saat dia sendiri belum menyadarinya. Apakah ada yang salah dengan itu? Tidak, sungguh tidak ada yang salah, tulisan ini hanya berusaha memaparkan sebuah fenomena yang mungkin saja ada yang tidak menyadarinya.

Media sosial atau dikenal dengan social media dalam istilah asing, beberapa waktu terakhir telah menjelma sebuah dunia baru, dunia virtual yang cukup mempengaruhi keberadaan atau eksistensi seseorang. Kita percaya ada dimensi lain yang hidup berdampingan dengan kehidupan kita yang terlihat. Dalam kitab suci beberapa agama, dimensi lain itu disebut dunia gaib atau alam gaib. Sekarang, dunia gaib mendapat saingan baru yang kita kenal dengan dunia maya. Tentu saja bukan dunianya suku maya yang diketahui pernah hidup beberapa masa silam itu. Bukan. Ini adalah dunia yang kita sebut virtual tadi. Dunia yang seolah nyata padahal sejatinya ia bermain dalam dimensi berbeda, yang serupa alam gaib. Lalu, bagaimana sebaiknya kita menghadapi dunia yang lain ini? Tentu saja kita harus cerdas dan pandai menyesuaikan diri untuk bisa bertahan hidup di dalamnya. Kita pun berusaha menjadi penghuni yang sopan, bertatakrama, dan menyenangkan agar keberadaan kita tidak mengganggu, lebih baik lagi jika keberadaan kita bermanfaat bagi yang lain.

Cerdas Memanfaatkan Media Sosial

Bukan berita baru lagi jika kita mendengar tragedi penculikan, pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, dan tragedi mengerikan lainnya yang bermula hanya dari perkenalan di media sosial. Bukan masalah baru juga jika ada pihak yang dibawa hingga ke meja hijau karena berkonflik dengan pihak lain hanya dengan kasus pencemaran nama baik di media sosial. Jangan ditanya lagi dengan mereka yang awalnya hanya berdiskusi, berbeda pendapat, sampai berkonfrontasi, bahkan saling mencaci melalui kolom komentar atau grup-grup di media sosial. Lebih mengerikan lagi, konon ada beberapa perusahaan yang menilai karyawannya melalui akun media sosial yang dimilikinya, hubungan keluarga atau pertemanan rusak hanya karena salah paham di media sosial, atau pasangan suami-istri berpisah hanya karena saling curiga pasangannya selingkuh di media sosial. Awalnya memang berasal dari kata hanya dan sekadar, hanya kenalan, hanya update status, sekadar bertukar pendapat, dan hanya-hanya lainnya. Itulah mengapa manusia perlu cerdas memanfaatkan media sosial, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Lalu, bagaimana, sih, cara cerdas memanfaatkan media sosial
? Kira-kira apa saja triknya? Yuk, simak!

Tabayyun
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu." (QS 49 : 6)

Tabayyun di sini artinya memeriksa dengan teliti. Pernah lihat link berita tersebar di timeline atau home akun media sosialmu? Apakah kamu tipe yang rajin membagi berita-berita itu? Jika iya, sebaiknya mulai sekarang jangan terlalu rajin, jangan mudah percaya, dan jangan biasakan jarimu untuk langsung meng-klik share. Jangan hanya karena ingin dinilai sebagai orang yang selalu update informasi terbaru, kamu langsung meng-klik share atau me-retweet tanpa memeriksa terlebih dahulu kebenarannya. Kamu harus biasakan diri tabayyun, memeriksa terlebih dahulu dari mana asal berita itu, siapa yang berbicara, kebenarannya bisa dipertanggungjawabkan atau tidak. Dengan begitu, kamu akan terselamatkan dari menyebar berita hoax yang tentu saja bisa merusak reputasimu secara tidak langsung.

Nama Asli, Please!
L1l15 An4k BuNd4, Bud1Ch4yaNkK4muC3l4lu, Asep Sang Pencari Cinta Sejati.
Pernah lihat nama-nama sejenis itu yang beredar di sosial media? Atau kamu punya teman dengan nama yang sedemikian kreatif? Anak muda zaman sekarang memang kreatif-kreatif, sayangnya kreatifitas seperti inilah yang tidak pada tempatnya, kamu bisa menyulitkan orang lain. Jika kamu menggunakan nama asli di facebook, twitter, LinkedIn, instagram, path, atau akun media sosialmu yang lain, teman atau kerabatmu tidak akan kesulitan saat mencari keberadaanmu di dimensi ini. Yakin, deh, nama aslimu lebih bagus daripada nama-nama seperti di atas tadi.

Be Positif!
Hindari update status dengan kalimat-kalimat negatif yang berisi keluhan, gosip (menggunjing), makian, dan sejenisnya. Media sosial memang ruang pribadi dan kamu memiliki hak penuh di dalamnya. Tapi, hati-hati, selain orang lain akan mempunyai pandangan negatif karena seringnya kamu posting kalimat-kalimat negatif, tidak jarang ruang pribadi yang tadinya menjadi hak kamu sepenuhnya, secara tidak langsung dapat bersinggungan dengan ruang publik atau ruang pribadi pihak lain. Secara fungsional, dimensi ini memang menganut paham demokrasi, semua orang bebas berpendapat. Namun, tetap ada norma dan aturan tidak tertulis yang telah disepakati bersama. Ibarat sebuah rumah di dunia nyata, kamu berhak melakukan apa saja di dalam rumah, tapi jika kamu berteriak-teriak tengah malam sampai terdengar ke luar, tunggu saja tetangga sebelah mendatangi rumahmu karena mereka merasa terganggu.

Stop Drama! Jangan Lebay!
Tidak semua masalah yang sedang kamu hadapi harus diketahui orang lain karena tidak semua orang peduli dengan masalahmu. Tak apa jika sekali dua kali update di media sosial sebagai pelipur lara (cailah), siapa tahu ada teman yang kebetulan berprofesi sebagai psikiater memberimu saran gratis di kolom komentar. Tapi, kalau setiap ada masalah kamu curhat di media sosial, itu bisa merusak reputasimu secara perlahan. Kamu akan dinilai tidak mampu mengatasi masalah sendiri, dramatis, dan berlebihan. Baiklah, kamu tidak peduli dengan penilaian orang lain. Tapi tetap saja, kamu juga hidup di dunia nyata. Dunia yang membuatmu membutuhkan orang lain. Secara alamiah dimensi (dunia maya) ini tidak sepenuhnya terpisah dengan dunia nyata. Jadi, sebaiknya simpan dan bagikan yang kamu anggap perlu.

Hindari Unggah Foto yang Tidak Perlu
Kalau kamu melihat kebiasaan baru teman atau orang di sekitarmu sekarang berubah, dari yang dulunya biasa baca doa sebelum makan menjadi mengambil gambar sebelum makan, apa yang akan kamu lakukan? Sebagai teman yang peduli, mungkin kamu akan mengingatkannya. Yap, fenomena mengambil gambar, selfie, wefie di mana saja berada kemudian mengunggahnya di media sosial, sekarang menjadi kegiatan biasa, kalau tidak bisa dibilang wajib. Nah, untuk menjadi pengguna media sosial yang cerdas, kamu tidak harus selalu mengunggah semua foto makanan yang sedang kamu makan atau apa saja yang sedang kamu lakukan. Sebaiknya hindari mengunggah foto-foto atau gambar yang tidak perlu, tidak sopan, dan yang bisa mendatangkan keburukan bagi dirimu sendiri. Sejatinya tidak ada yang salah dengan mengabadikan momen berharga. Tapi, yang berharga itu bukan sesuatu yang sering, lho, ya. Berharga itu jarang. Jadi, biar kamu tidak dibilang alay atau narsis, pilih saja yang perlu untuk diunggah. Dan jangan bilang semuanya perlu.

Mengikuti Grup yang Bermanfaat
Facebook adalah salah satu media sosial yang menyediakan fitur untuk membuat grup atau fanpage bagi penggunanya. Fitur inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh berbagai kepentingan bisnis hiburan, hobi, organisasi, pendidikan, dakwah, perusahaan, lembaga negara, hingga profil tokoh ternama. Seperti juga lingkungan yang dekat dengan keseharian kita di dunia nyata, dunia maya pun menyediakan banyak pilihan lingkungan pergaulan. Bahkan, lingkungan pergaulan di dunia maya lebih luas cakupannya, jangkauannya tidak dibatasi jarak. Oleh karenanya, kamu harus cerdas memilih pergaulan mana saja yang bermanfaat dan tidak menjerumuskan ke dalam pergaulan negatif. Wacana klasik mengenai dunia maya yang sering terdengar adalah mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat. Bisa kamu bayangkan betapa ajaibnya dunia seperti itu. Kamu tidak lagi perlu melakukan perjalanan jauh untuk sekadar menyapa dan mengetahui kabar teman atau kerabat di kota lain, bahkan di negara lain. Kamu juga tidak perlu lagi mengirim surat untuk menyampaikan turut berduka cita atas musibah yang dialami rekanmu--yang akan sampai di saat rekanmu mungkin sudah tidak sedih lagi.

Tidak Mengganggu Aktifitas
Menyadari bahwa untuk menghindari atau menjauhi media sosial itu adalah sesuatu yang sulit untuk dilakukan, di sinilah kita dituntut untuk bijak dalam menggunakannya. Jangan sampai aktifitas di dunia maya membuatmu membuang-buang waktu dan tidak produktif. Misalnya kamu asyik membalas komentar di facebook atau mention teman-teman di twitter menggunakan komputer di kantor pada jam kerja, dan aktifitas itu sama sekali tidak berhubungan dengan pekerjaanmu. Itu artinya dunia mayamu sudah mengganggu aktifitas keseharianmu di dunia nyata. Jika kamu masih sekolah, aktifitas di media sosial kerap membuatmu lupa belajar, lupa mengerjakan pekerjaan rumah, atau kamu tidak memperhatikan guru yang mengajar di depan kelas karena asyik membaca status di BBM atau Path misal, sebaiknya mulai sekarang coba kurangi penggunaan media sosial itu sebelum kamu kecanduan. Kalau sudah kecanduan, jika biasanya ngobrol ngalur-ngidul tidak ada manfaat 2 atau 3 jam sebelum tidur, kurangi cukup sampai setengah jam, selebihnya manfaatkan untuk membaca buku atau menyelesaikan tugas sekolah. Sekian.


[for grafindo.co.id--belom diedit]

No comments: