December 22 via mobile
Waow! Akhirnya saya merasakan umur itu juga. Apakah saya menunggu? Tidak juga. Takut karena sudah tua? Tidak juga. Malu karena belum menikah? Apalagi itu, tidak sama sekali. Tapi, iya, bener, saya malu. Teramat malu, karena seperempat abad saya hidup, sepertinya saya belum memberikan apa-apa untuk malaikat saya, Ibu.
Seperempat abad saya hidup, hanya membuatnya khawatir, hanya membuatnya sedih, hanya membuatnya susah, hanya membuatnya kepikiran kalau dia punya anak perempuan yang lemah, tak bisa berbuat apa-apa, bahkan untuk dirinya sendiri. Jangankan itu, mengenal dirinya saja tidak. Bagaimana mungkin malaikat saya tidak khawatir setiap detik.
Wahai, mejikom! Tahukah kau, kenapa saya selalu membuatnya khawatir? Kenapa saya tidak bisa membahagiakannya hingga sekarang? Di usia saya yang dua puluh lima tahun! Bayangkan, dua puluh lima tahun! Itu waktu yang cukup lama, bukan? Dan lihat! Tidak ada apa-apa di sini, yang ada hanya kesenangan saya sendiri.
Ingatkah kau, wahai semut di dinding! Sejak saya terlahir ke dunia ini, hingga merangkak ke usia subuh, kemudian berjalan ke usia pagi, dan sekarang meski saya telah berada di usia siang, saya tidak pernah merasakan panasnya matahari. Matahari selalu bersembunyi dibalik awan. Ah, atau mungkin saya yang bersembunyi karena takut membuatnya khawatir, lagi-lagi.
Percayakah kau, wahai setrika! Sekarang saya sudah semakin dewasa. Saya tidak lagi sakit-sakitan, saya sudah sangat sehat dan bahagia. Saya tidak lagi bodoh, tapi mungkin agak sedikit telmi, itu masih. Saya juga tidak lagi mudah percaya pada siapa pun. Tolong sampaikan juga padanya agar dia tidak khawatir. Sampaikan setiap hari, jangan hari ini saja. Mentang-mentang hari ini orang-orang memperingati hari untuknya. Saya tidak mau. Sampaikan hari ini, juga besok, juga lusa, dan selama saya masih hidup, jangan khawatir dan sampaikan bahwa saya mencintainya, teramat mencintainya.
No comments:
Post a Comment